Skip to main content

Jalur Langit

Seharusnya saat ini yang kutulis bukanlah tulisan blog ini.

Masih ada yang harus diselesaikan untuk menuntaskan S2 hingga wisuda nanti.

Tapi aku merasa bahwa ini harus kutuliskan dan kuunggah di blog, agar kapan-kapan saja aku merasa tidak worthy akan diriku (yang sering menimpa diri beberapa bulan terakhir) dan merasa 'sendiri' dalam menghadapi situasi apapun, aku bisa membaca ini kembali dan dapat kembali bernapas sedikit lebih lega.

Puji Tuhan, aku sudah selesai sidang tesis. Tanggal 13 Juli lalu, hari Kamis. Aku berhasil menyelesaikan studi tepat waktu yaitu 4 semester. Sebenarnya ada banyak sekali cerita di balik itu yang ingin aku ceritakan, tapi itu akan kutulis di tulisan selanjutnya. Kali ini, ceritanya akan lebih sederhana; mengenai bagaimana aku berhasil menutup bulan ini dengan 'jalur langit'.

Aku ingin cerita tentang sebuah keajaiban. Aku sebut ini keajaiban karena hampir jarang terjadi dalam hidup. Minggu ketiga Agustus, aku ke Ambarawa dan Semarang. Aku berangkat dari Jogja sendiri dan tiba di Ambarawa, bergabung dengan rombongan. Kala itu di Ambarawa, agendanya adalah ke gua Maria Kerep. Aku tidak menganggap diriku sebagai orang yang amat religius. Pun juga jarang sekali berbagi kegiatan spiritual dan rohani ke siapa-siapa. Namun pengalaman ini ingin aku bagikan karena seperti yang aku sebut di awal paragraf, aku terlalu takjub ketika mendapat ‘keajaiban’ itu.

Permasalahan hidupku tidak jauh-jauh dari masalah mental dan finansial. Aku juga jarang cerita ini, kecuali ke orang-orang terdekat saja. Aku tau bahwa kemampuanku tidak begitu membantu banyak, sehingga yang tersisa tinggal menggunakan jalur yang kata orang adalah ‘jalur langit’. Pagi itu, di depan patung Bunda Maria, aku memanjatkan doa yang intinya adalah ‘tolong beri aku pengharapan dan jalan agar aku tidak menjadi beban bagi siapapun’.

Doa itu terhaturkan dalam hening yang panjang. Aku bahkan bisa mendengarkan suara napas dan detak jantungku sendiri. Setelah itu, aku pun menjalankan perjalanan sebagaimana biasanya dan menikmati hari-hari selanjutnya dengan sedikit lebih lega.

Aku tidak tahu bahwa doa itu terjawab begitu cepat. Selang sehari dari kedatanganku menghadap di Kerep, aku langsung mendapatkan notifikasi bahwa aku diterima dalam suatu pekerjaan yang prosesnya sudah kulalui beberapa hari sebelum ke Semarang. Aku sangat pesimis dan tidak percaya diri akan diterima, namun begitulah ‘jalur langit’. Tidak ada yang bisa menebak, bukan?

Dan malam itu, ketika rasa senangku masih belum usai, aku mendapatkan kabar lainnya yang semakin membuat lega. Dua keajaiban terjadi dalam sehari. Dan dua-duanya adalah apa yang kudoakan sehari sebelumnya. Sungguh, aku tidak sama sekali menyangka akan diberi jawaban secepat itu.

Tentu saja semua kesempatan ini akan kugunakan dan kujalankan dengan baik. Aku betul-betul bersyukur diberi iman kepercayaan yang tidak berkesudahan; bahwa aku tau tempat ‘mengadu’ terbaik adalah kepadaNya. Dan Ia yang paling mengetahui mengenai diriku, sehingga apa yang kudapatkan ini adalah bukti bahwa aku tetaplah worthy.

Ternyata, aku... masih berharga.

Dan dengan demikian, aku pun juga akan mengakhiri bulan ini dengan rasa syukur, karena setelah 7 bulan merantau ke Jogja, aku akhirnya akan kembali ke Surabaya dan memulai lembar baru kehidupan.

Thank you God.

Comments

Popular posts from this blog

Overcame My Biggest Fear

Source:  youthfmay on Twitter Every time I look at this beautiful fan art of the iconic scene from My Liberation Notes , the heavy burden I’ve been carrying painfully for the past two years feels like it’s slowly fading. I wonder—when will my time come? Or… will it ever come? Sometimes, I look at myself in the mirror and see someone hopelessly tired. Just like Mijeong, commuting to work with no reason other than simply showing up and getting through the day, I realize I have something in common with her. Something good will come today. Maybe I should believe that with my whole heart—because Mijeong eventually gets it. And maybe… I will too, someday. My journey of being truthful to myself, and becoming an open book to my friends, family, and colleagues, has never been an easy path. That’s one of the reasons I started this blog five years ago, when I realized I needed a space to pour out all my unspoken feelings. I don’t share much of my stories here, since it takes time and a bit ...

Lolos TPA PAPs UGM Skor 550+ dalam 1,5 Bulan

Jika kamu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat magister dan doktoral di Universitas Gadjah Mada, maka kamu akan bertemu dengan sebuah persyaratan yaitu skor TPA. TPA atau Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang dilakukan untuk menguji kemampuan seseorang yang biasanya dilihat dari empat sub tes: Verbal, Angka, Logika, Spasial/Gambar. Sepengetahuanku, TPA biasanya hanya akan terdiri dari sub-sub tes di atas. Terutama bagi TPA jenis tes PAPs (Potensi Akademik Pascasarjana). Berhubung TPA yang aku ikuti hanyalah PAPs maka aku akan lebih menjelaskan apa pun yang berhubungan dengannya. Kebetulan aku perlu skor dan sertifikat PAPs untuk memenuhi pendaftaran di gelombang 2 semester gasal 2021/2022. Jadi, aku akan membagikan pengalamanku mengikuti tes PAPs dalam masa-masa pendaftaran semester gasal saja, yap. Apa itu PAPs? PAPs adalah tes potensi akademik yang diperuntukkan bagi calon pendaftar program pascasarjana (magister dan doktoral) UGM dan pertama kali diluncurkan o...

A reminder on Facebook, 2013: peristiwa hidup lain

a reminder on Facebook, 2013: peristiwa hidup lain Bab I. Cerita Kehilangan 1 Suatu waktu di tahun 2013, ketika aku sedang sibuk-sibuknya menjahit di kelas Prakarya, aku tiba-tiba dipanggil oleh salah seorang guru. Ia memintaku ke gerbang depan karena tanteku beserta suaminya datang menjemput. Hal yang sangat aneh dan jarang terjadi, sebab hari-hari aku pulang tidak pernah dijemput melainkan naik angkot. Aku menyudahi jahitan dan bergegas keluar. Aku menemui mereka yang berdiri tidak jauh dari gerbang menuju arah koperasi. Di situ wajah mereka sudah agak sedikit kelabu, perasaanku menjadi tidak enak. Ya benar saja, kalimat pertama yang keluar dari bibirnya adalah, 'Angku (om)-mu meninggal. Kemas tasmu dan kita pulang.' Seolah-olah langit runtuh di hadapanku, aku mencerna segala kata yang diucapkan. Angku? Angku yang mana? Aku memang punya dua Angku dan aku baru bertemu keduanya beberapa hari lalu. Mana mungkin tiba-tiba meninggal seperti itu? Aku lantas bertanya, 'Angku sia...