Skip to main content

Stay Low, Radiate Happiness

Di tengah pengerjaan tesis, aku tiba-tiba teringat ucapan seseorang yang bertanya, ‘Kamu kemarin di Jakarta jalan-jalan ke banyak tempat, ya. Kemarin juga sempat ke Malioboro, ya, sebelum ke Jakarta?’

Mungkin ini hasil dari postingan Insta Story atau Status WA yang memang disengajakan berisi kegiatan jalan-jalannya saja. Kenapa sengaja? Let me tell you the story about it.

Mengejarkan tulisan akademis itu sangat energy draining buatku. Aku nggak mau self-diagnosed macam-macam tentang kondisi mentalku saat mengerjakan semua itu, tapi yang aku rasakan adalah jujur aku sangat under pressure. I felt lost sometimes, nggak tau mau dibuat apa.

Around March 23, aku mulai lagi perlahan-lahan. Aku sudah punya timeline mengenai apa yang harus kukejar dan kuselesaikan sampai Oktober 23 (masa wisuda). I am so lucky, karena di balik semua itu aku punya dua teman yang saling mendukung. Kadang kita juga berpikir, kita harus ber-progress. Tapi we all have our own reasons. Banyak hal yang we keep it private. We don’t owe anyone any explanations juga kan. Jadi mungkin itu jadi salah satu sebab kenapa I started post less about my academic/career-related progress.

I don’t think that people should know anything about me. Karena sejujurnya terlalu banyak dihadapi selama beberapa bulan ini. Aku masih sering mengeluhkan betapa aku merasa sangat buruk dan lelah. Masalahnya, aku tau rasanya bagaimana energi negatif itu bisa memengaruhi orang lain. Jadi, I keep my rant privately. Kadang sama keluarga, teman dekat, atau pacar. Tidak perlu semua orang tau apa yang terjadi di belakang layar, karena bila diceritakan 9 SKS pun tidak akan selesai, I guess.

Tujuanku di tahun 2023 ini adalah aku ingin lebih banyak bersyukur dan bahagia. Bukan cuman membahagiakan diri sendiri, tapi aku ingin radiate happiness to others too dan tidak membuat pressure dari postingan itu ke siapa-siapa. Aku mulai post fun stuff only seperti kucing dan anything about Korea, hobi, dan review-review tontonan. Meski memang nggak tau apakah people finds in entertaining atau tidak. Tapi itulah kenapa selama di Jakarta itu aku cuman posting hal serunya saja; tempat-tempat yang dikunjungi dan makanan yang dinikmati. Namun jelas saja, kewajiban utama tetap dijalankan, hanya memang tidak semua harus dipost. Setidaknya dengan standar yang aku buat sendiri untuk diriku sendiri.

Bila memang sekarang tolak ukur kehidupan orang dinilai dari apa yang diunggahnya melalui lensa media sosial, maka aku cukup dilihat seperti itu saja. Mungkin memang tidak perlu menjelaskan apapun kepada siapapun tentang progress atau perjalanannya. Kita merayakan dengan pencapaian di garis finish saja, ya?

 

Comments

Popular posts from this blog

Lolos TPA PAPs UGM Skor 550+ dalam 1,5 Bulan

Jika kamu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat magister dan doktoral di Universitas Gadjah Mada, maka kamu akan bertemu dengan sebuah persyaratan yaitu skor TPA. TPA atau Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang dilakukan untuk menguji kemampuan seseorang yang biasanya dilihat dari empat sub tes: Verbal, Angka, Logika, Spasial/Gambar. Sepengetahuanku, TPA biasanya hanya akan terdiri dari sub-sub tes di atas. Terutama bagi TPA jenis tes PAPs (Potensi Akademik Pascasarjana). Berhubung TPA yang aku ikuti hanyalah PAPs maka aku akan lebih menjelaskan apa pun yang berhubungan dengannya. Kebetulan aku perlu skor dan sertifikat PAPs untuk memenuhi pendaftaran di gelombang 2 semester gasal 2021/2022. Jadi, aku akan membagikan pengalamanku mengikuti tes PAPs dalam masa-masa pendaftaran semester gasal saja, yap. Apa itu PAPs? PAPs adalah tes potensi akademik yang diperuntukkan bagi calon pendaftar program pascasarjana (magister dan doktoral) UGM dan pertama kali diluncurkan o...

Menjadi Orang Tua Suportif

 Nemu sebuah menfess di base Twitter. Basically ini chat dua orang yaitu anak & ibu tentang hasil pengumuman SNBP (atau SNMPTN, penyebutan sebelumnya).  Lihat menfess & chat ini aku jadi realize bahwa sebenarnya privilege paling sederhana yang mungkin bisa didapatkan oleh seorang anak yaitu "support orang tua atas keputusan anaknya". Aku yakin anak ini pasti sangat cemerlang di sekolah dan tau apa yang dia inginkan untuk masa depannya. Tapi melihat respon orang tuanya, aku sangat prihatin dan ikut tersayat hati.  Link Menfess Tapi memang itulah yang terjadi. Nggak jarang pula bahwa ada tipe orang tua yang merasa sebagai "sopir" dalam kehidupan anak-anaknya. Bahwa anak yang dihasilkan adalah suatu keharusan bagi mereka untuk menurut dan berbakti ke orang tua. Anak sering nggak diberi ruang untuk bertumbuh sesuai minat yang membuat dia nyaman. Kadang, anak malah nggak boleh membantah karena alasan materi alias orang tua yang bakalan bayarin sekolah, jadi anak ...

Semarak Lulus Jilid 2

Sudah lama tulisan ini mengendap di draft. Nggak dipungkiri sih, cukup banyak ketegangan dan perubahan-perubahan dalam hidup yang sebenarnya ingin diceritakan, tapi perlu niat yang besar. Seperti tulisanku yang menuliskan gimana 'semarak'nya kelulusan S1 awal 2021 lalu, kali ini aku ingin menorehkan kembali apa yang kualami untuk menambah gelar di belakang suku kata terakhir namaku. Proses untuk meraih gelar magister nggak mudah. Aku sudah pernah share di post sebelumnya kalau aku benar-benar under pressure untuk menuntaskan tesis sampai di titik I believe I don't want to write another academic writing forever. Ada perasaan trauma(?) atau semacam ingin kabur ketika harus kembali membuka laptop dan mengetikkan rumusan penelitian hingga tuntas. Tapi bagaimana bisa kabur, sekarang karierku harus berurusan dengan mereka... Yang tentu saja dengan penuh usaha akan aku lakukan, sembari berdamai dengan jurnal-jurnal dan buku-buku akademis itu. Juli 2023 aku lulus sidang tesis. Aku ...