Skip to main content

Orang-orang (Akan) Berubah

Draft tulisan ini udah aku tulis dari Januari lalu. Rasa malas tiba-tiba merasuk, draftnya terbengkalai pada akhirnya. Terus beberapa hari lalu nonton The Banshees in Inisherin, salah satu film yang terima banyak nominasi Oscars. Nontonnya di Disney+. 

Pas banget topik yang diangkat di film itu nggak jauh dari apa yang aku tulis di draft ini. Orang-orang (akan) berubah  just like people in Inisherin. Btw, title tulisan ini sejak awal aku sudah pikirkan & difinalisasi bahkan sebelum menuliskan isinya. 

Okay, post ini nggak akan membahas review filmnya. Kalau pengen baca reviewku, bisa ke IG @grishiella lalu klik highlight 'ulasan'. Selain review The Banshees in Inisherin, ada juga beberapa judul film, drama, variety show yang aku sudah tonton. Makasih udah mampir, ya! 

Anyway, kembali ke topik pembahasan. 

Draft kasar tentang tulisan ini sebenarnya adalah hasil renungan tentang bagaimana orang berubah. Berubah di sini artinya bisa saja personality mereka berubah, hubungan antar manusianya berubah, atau kehidupan mereka yang berubah. Baik ke arah positif dan negatif. 

Dulu saat masih SMP dan punya cukup banyak teman untuk melewati masa sekolah, aku pikir nggak semua orang akan berubah karena rasa nyaman yang didapatkan dari kebersamaan. Ada yang berubah, tapi itu wajar karena dia nggak selalu bersamaku. Bisa dibilang, mereka yang hampir nggak berkontribusi pada kehidupan sosialku, mereka boleh berubah karena aku memang nggak peduli. 

Bagaimana dengan teman yang aku habiskan waktu bersama hampir tiap hari?

Aku menolak konsep perubahan diri pada manusia. Aku nggak percaya manusia bisa berubah. Kan sudah nyaman dan sama-sama, why should they change? If I made a mistake, then I apologize. Bukankah itu cara orang menjalankan hubungan? 

Little did I know, my younger self was just straight selfish. Yes, I am calling out myself. Gila aja, 10 tahun lalu aku pernah berpikiran gitu. Tapi aku yakin dengan pengalaman hidup lebih panjang & ilmu yang kudapat, aku jadi lebih terbuka dengan banyak kemungkinan. 

People do change. Yes, they freaking change. Aku dan kamu. Tidak ada manusia yang tidak berubah. Manusia itu dinamis. Dalam satu manusia, banyak episode-episode yang nggak semua orang tau. Life is like an onion, kan. Kupas 1 layer, dapat 1 layer lagi. Gitu seterusnya,  layernya ada banyak. Sama seperti manusia. Banyak layer dalam hidup; kondisi pikiran, fisik, lingkungan yang tersembunyi. 

Lahir dan besar di kota yang kata orang 'kota kecil' karena jauh dari pusat negara, mungkin saja membuat perspektif sedikit monoton. Aku paham bahwa belajar bukan hanya dari buku & jurnal. Aku juga belajar dari pengalaman yang didapatkan dari kesempatan merantau. Bagai sebuah pohon, aku tetap mengakar di tanah kelahiran. Namun ranting dan daun-daunku menyebar ke seluruh penjuru; kota-kota besar yang menawarkan jalan ke mimpi-mimpi. Begitupun angin yang meniupku juga makin kencang. Dan di situlah pembelajaran kualami. Menahan diri agar tidak tumbang seraya menunggu angin kencang itu selesai. 

Merantau hampir 6 tahun dengan berpindah dua kota dua provinsi, aku melihat ragam kepribadian. Ketulusan dan kebaikan datang dari banyak arah dengan bentuk yang macam-macam pula. Aku pun yakin, dengan pengalaman ini aku perlahan ditempa memiliki kepribadian yang lebih wise. Misal, dengan tinggal sendiri aku jadi lebih menghargai bantuan orang lain dan aku paham value dari bantuan itu bisa menyelamatkan orang lain. Dengan tinggal sendiri pula, aku punya pandangan bahwa tidak masalah melakukan apapun sendiri. Sendiri bukan berarti kesepian.

Jika dalam 6 tahun ini saja aku bisa mendapatkan hikmah-hikmah positif dan mengubah setidaknya pandanganku terhadap sesuatu, maka orang lain pun juga sama. Dan apabila perubahan itu malah bersifat negatif yang memberikan kesempatan untuk meregangkan hubungan, mungkin, memang sudah saatnya hal itu terjadi: perubahan pada diri manusia yang tak terelakkan. Bisa jadi apa yang dulunya terasa seru menjadi obrolan, kini tidak lagi seseru itu. Pun, rasa nyaman yang dulu tercipta karena kebersamaan kini sudah perlahan sirna karena perbedaan pandangan atau sesederhana waktu yang terasa terus menipis. 

Perasaan sedih dan bingung wajar terjadi di awal-awal masa transisi. Sebagaimana yang terjadi di film The Banshees in Inisherin. Bila memang perubahan itu menyebabkan perpisahan pedih tanpa ada kesalahan dari kedua pihak, I think just let it go.

Dan tentunya tidak ada salahnya juga untuk melakukan introspeksi bersama untuk mencari jalan terang demi setidaknya maintain komunikasi dua arah yang sehat. Tidak sesering atau seintens dulu, tapi masih bisa mengingatkan bahwa dia dulu pernah menjadi suatu kenangan indah yang diceritakan dengan menggebu-gebu. 

Bittersweetness. Itulah perubahan. It's bitter yet so sweet. Perubahan membawa manusia untuk juga belajar "menerima" dalam setiap "ketidaksiapan". 

Perubahan itu mutlak, dan pahit manisnya kita yang menentukan. 


Comments

Popular posts from this blog

Lolos TPA PAPs UGM Skor 550+ dalam 1,5 Bulan

Jika kamu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat magister dan doktoral di Universitas Gadjah Mada, maka kamu akan bertemu dengan sebuah persyaratan yaitu skor TPA. TPA atau Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang dilakukan untuk menguji kemampuan seseorang yang biasanya dilihat dari empat sub tes: Verbal, Angka, Logika, Spasial/Gambar. Sepengetahuanku, TPA biasanya hanya akan terdiri dari sub-sub tes di atas. Terutama bagi TPA jenis tes PAPs (Potensi Akademik Pascasarjana). Berhubung TPA yang aku ikuti hanyalah PAPs maka aku akan lebih menjelaskan apa pun yang berhubungan dengannya. Kebetulan aku perlu skor dan sertifikat PAPs untuk memenuhi pendaftaran di gelombang 2 semester gasal 2021/2022. Jadi, aku akan membagikan pengalamanku mengikuti tes PAPs dalam masa-masa pendaftaran semester gasal saja, yap. Apa itu PAPs? PAPs adalah tes potensi akademik yang diperuntukkan bagi calon pendaftar program pascasarjana (magister dan doktoral) UGM dan pertama kali diluncurkan o...

Menjadi Orang Tua Suportif

 Nemu sebuah menfess di base Twitter. Basically ini chat dua orang yaitu anak & ibu tentang hasil pengumuman SNBP (atau SNMPTN, penyebutan sebelumnya).  Lihat menfess & chat ini aku jadi realize bahwa sebenarnya privilege paling sederhana yang mungkin bisa didapatkan oleh seorang anak yaitu "support orang tua atas keputusan anaknya". Aku yakin anak ini pasti sangat cemerlang di sekolah dan tau apa yang dia inginkan untuk masa depannya. Tapi melihat respon orang tuanya, aku sangat prihatin dan ikut tersayat hati.  Link Menfess Tapi memang itulah yang terjadi. Nggak jarang pula bahwa ada tipe orang tua yang merasa sebagai "sopir" dalam kehidupan anak-anaknya. Bahwa anak yang dihasilkan adalah suatu keharusan bagi mereka untuk menurut dan berbakti ke orang tua. Anak sering nggak diberi ruang untuk bertumbuh sesuai minat yang membuat dia nyaman. Kadang, anak malah nggak boleh membantah karena alasan materi alias orang tua yang bakalan bayarin sekolah, jadi anak ...

Semarak Lulus Jilid 2

Sudah lama tulisan ini mengendap di draft. Nggak dipungkiri sih, cukup banyak ketegangan dan perubahan-perubahan dalam hidup yang sebenarnya ingin diceritakan, tapi perlu niat yang besar. Seperti tulisanku yang menuliskan gimana 'semarak'nya kelulusan S1 awal 2021 lalu, kali ini aku ingin menorehkan kembali apa yang kualami untuk menambah gelar di belakang suku kata terakhir namaku. Proses untuk meraih gelar magister nggak mudah. Aku sudah pernah share di post sebelumnya kalau aku benar-benar under pressure untuk menuntaskan tesis sampai di titik I believe I don't want to write another academic writing forever. Ada perasaan trauma(?) atau semacam ingin kabur ketika harus kembali membuka laptop dan mengetikkan rumusan penelitian hingga tuntas. Tapi bagaimana bisa kabur, sekarang karierku harus berurusan dengan mereka... Yang tentu saja dengan penuh usaha akan aku lakukan, sembari berdamai dengan jurnal-jurnal dan buku-buku akademis itu. Juli 2023 aku lulus sidang tesis. Aku ...