Skip to main content

Prolog: Belajar Otodidak Bahasa Korea Mudah Nggak, Ya?

Rasanya sudah hampir setengah tahun sejak aku berencana menulis di blog ini. Terpikir buat nulis beberapa tulisan pendek, tapi malah stuck mau nulis apa. Setelah beberapa bulan anggurin tulisan di laptop dan notes HP, aku tetep merasa tulisanku masih belum layak tayang di blog. Entah kenapa, aku nggak puas aja sama tulisannya. Tapi, aku akhirnya menemukan topik tepat untuk menuliskan sesuatu. Aku pikir, ya, nulis itu setidaknya harus ada manfaatnya untuk yang baca, bukan hanya sebatas keluh kesah doang, tapi nggak ada solusinya.
Foto The Great Sejong, pencipta Hangul
Photo by ASTERISK on Unsplash
     Kebetulan banget hari ini juga awal bulan Mei! Gila, gila. Rasanya kayak baru masuk 2020 aja. Waktu emang terasa cepet banget. Dikit lagi aku juga bakalan ujian akhir, lalu siap-siap masuk semester mematikan yaitu tugas akhir. Saat Covid-19 merebak kayak gini aku masih was-was apa bisa lulus tepat waktu karena nasib magang terombang-ambing. Aku yakin angkatan 2017 di manapun kalian berada mungkin merasakan hal sama yang aku bakalan rasakan di semester depan. Wish us luck!!!

     Balik ke awal bulan Mei, rasanya enak aja gitu post tulisan di blog ini di awal bulan biar kayak memulai lembaran hidup baru, eaaaa. Nah, untuk tulisan pertamaku ini sebenarnya terjadi karena aku melakukannya dengan iseng karena gabut parah saat #DiRumahAja. Biasanya aku tuh kalau gabut ya nonton, scrolling, nonton, scrolling. Tapi lama-lama muak juga. Akhirnya kepikiran buat melakukan sesuatu yang nggak membosankan, tapi bisa buat aku terpaku sama kegiatan itu. Setelah mencari dari satu situs ke situs yang lain (aku sampai searching di Google dengan kata kunci: ‘how to do during quarantine’, saking gabutnya….), dan akhirnya aku putuskan untuk belajar bahasa asing!

       Pertama, aku mau tekankan bahwa semua tulisan ini purely based on my opinion and experience. Aku bukan guru ataupun ahli di bidang bahasa asing. Aku melakukan kegiatan ini sesuai dengan minat dan kapasitas diriku dan secara otodidak tanpa bantuan siapa-siapa. Jadi, jika ada kesalahan mohon dimaafkan dan feel free to correct me! Tapi tenang aja, aku bakalan membagikan sesuatu yang universal which is bisa dipahami dan mudah-mudahan diikuti oleh semua orang. It’ll be easy and fun!

      Flashback dikit, ya, sebagai anak lulusan jurusan Bahasa dan Budaya di SMA, aku udah sedikit pakem sama seluk beluk linguistik. Mulai dari tata bahasa hingga sastranya. Kebetulan dulu pas SMA aku belajar Bahasa Inggris dan Jerman untuk bahasa asingnya. Tentu saja nggak ketinggalan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mata pelajaran ini yang buat aku jadi jatuh cinta sama kata-kata yang terangkai dalam sebuah tulisan. Cuman, aku merasa sayang banget dulu pas SMA menyia-nyiakan waktu belajar Bahasa Jerman. Aku belajar bahasa itu cuman karena mata pelajaran aja. Nggak ada perasaan ingin mempelajari lebih dalam dan alhasil semua pelajaran yang diajarkan sekarang udah lupa semua. 😐

      Karena kesukaanku di bidang bahasa dan budaya inilah, aku akhirnya tertarik lebih untuk belajar bahasa asing lainnya. Semuanya terjadi back to 2015 saat aku naik kelas 11 dan duduk sama KPopers kelas kakap. Aku memang udah dari 2011 juga suka KPOP dan KDrama tapi nggak pernah tertarik belajar bahasanya karena menurutku rumit. Mau paham Hangul aja susah. Tapi, setelah aku duduk sama para KPopers ini, aku akhirnya kepincut juga belajar Hangul lewat internet sama mereka. Sebenarnya mereka ini udah lebih paham dulu terus mereka nulis-nulis gitu di kertas. Aku yang sangat penasaran akhirnya minta diajarkan. Perlu waktu 2 minggu baru aku bisa memahami Hangul semuanya. Itupun, cuman Hangul dasar dan belum paham cara nulis Hangul buat jadi satu kalimat dalam Bahasa Korea. Mungkin sejak saat itulah, aku ngerasa udah terlanjur basah belajar Bahasa Korea, pikirku, kenapa nggak dilanjutkan aja?

      Nggak mau menyia-nyiakan waktu, aku pun download beberapa aplikasi penunjang untuk belajar Bahasa Korea lebih dalam lagi. Mulai dari basic conversation dan vocabulary. Awalnya aku cukup kesusahan karena belajar otodidak itu berarti kita akan jadi passive learners atau murid yang pasif karena nggak ada feedback dari pengajar. Entah itu benar atau salah, who knows? Aku hanya bisa mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban atau nggak melihat contoh. Tapi, jangan langsung merasa putus asa. Ingat, bahwa kunci untuk belajar otodidak itu ialah motivasi untuk mau mencari tahu. Semuanya dilakukan sendiri, nggak akan ada yang membantu selain media pendukung, yaitu materi internet gratis, aplikasi, ataupun video di YouTube.

       Untuk belajar bahasa memang cukup sulit jika tidak dibiasakan, apalagi tata bahasa, pengucapan, dan tulisan bahasa tersebut jauh daripada bahasa ibu kita. Terkhusus Bahasa Korea, menurutku ini salah satu bahasa yang sulit dipelajari. Kenapa? Karena tata bahasa Korea itu terbalik dari Bahasa Indonesia. Contohnya seperti ini:
            Bahasa Indonesia: Saya makan apel.
            Bahasa Korea: 저는 사과를 먹어요 (Jeoneun sagwareul meokoyo).
     Jeoneun artinya saya, sagwa berarti apel, dan meokoyo berarti makan. Secara urutan, dalam Bahasa Indonesia berarti saya apel memakan. Obyek yang letaknya dalam Bahasa Indonesia berada di belakang (Subjek-Predikat-Objek), dalam Bahasa Korea berada di tengah sebelum kata kerja (Subjek-Objek-Predikat). Agak ruwet, bukan?

      Jadi, jika ingin belajar bahasa, emang udah harus banyak mendengar dan berbicara, jangan cuman membaca dalam hati dan menulis. Sebenarnya kedua cara tersebut membantu tapi nggak efektif. Aku dulu belajar Bahasa Korea dengan metode membaca dalam hati dan menulis aja. Alhasil, aku kesulitan berbicara merangkai kalimat dan mendengarkan. Oleh sebab itu, sepengalamanku, menonton film dan drama serta lagu Korea sangat membantu untuk mengetahui tata bahasa dan menamabah kosakata baru. Jangan lupa untuk selalu menuliskan beberapa kata-kata baru yang didapatkan di notes HP minimal. Semisalnya nanti lupa artinya, bisa dengan mudah mencarinya lagi.

     Untuk mendapatkan materi tulis dan bacaan sebenarnya sangat gampang ditemukan di internet. Aku cuman bekal searching Google di tahun 2015-2016 silam. Aku nggak mampu buat beli buku panduan sama sekali. Maklum, anak SMA duit jajan pas-pasan, Beberapa website menyediakan pembelajaran Bahasa Korea level dasar secara gratis namun ada juga yang berbayar. Namun nggak apa-apa, jangan khawatir karena website gratis pun menyediakan beberapa materi yang udah oke dan lengkap banget. Nah, untuk situs dan beberapa metode belajar lain akan aku jelasin di postingan selanjutnya, yaaa! 😃

       Saat ini nggak kerasa masuk tahun ke-6 aku belajar Bahasa Korea otodidak. Puji Tuhan banget sih tapi, awal tahun ini aku diberi rezeki lebih buat belajar Bahasa Korea di sebuah akademi bahasa. Nah, untuk akademi bahasa ini juga bakalan aku share di postingan lain, ya. Biar nggak semua informasi ditumpahkan dalam satu post ini. Mengenai belajar otodidak ini, tolak ukur keberhasilan atau sampai mana aku belajar gampang banget. Cara yang aku lakuin ialah latihan buat kalimat dari tata bahasa yang udah dipelajari lalu pakai Google Translate untuk membuktikan kebenarannya. Cara ini sebenernya kurang akurat karena bukan native speaker langsung yang koreksi akan tetapi cara ini boleh jadi good start. Tapi, kalau misalnya nih, kamu kebetulan punya teman orang Korea atau seseorang yang fasih berbahasa Korea, bisa banget minta bantuan mereka untuk koreksi atau jadi teman berbicara langsung. Ingat, belajar bahasa itu harus seimbang antara baca, tulis, berbicara, dan mendengarkan, biar terbiasa! 👌

    Gimana, nih, semuanya? Semoga postingan pertamaku ini lumayan membantu, ya, untuk meyakinkan kamu belajar bahasa asing baru selain Bahasa Inggris. Ke depannya, aku bakalan ngasih beberapa tips dan juga rekomendasi belajar Bahasa Korea serta bahasa asing lain yang lagi aku pelajari secara otodidak dari pengalamanku sendiri. Di post selanjutnya aku bakal share beberapa tips mudah dan media belajar otodidak gratis! 
See you on the next post! 안녕~

Comments

Popular posts from this blog

Lolos TPA PAPs UGM Skor 550+ dalam 1,5 Bulan

Jika kamu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat magister dan doktoral di Universitas Gadjah Mada, maka kamu akan bertemu dengan sebuah persyaratan yaitu skor TPA. TPA atau Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang dilakukan untuk menguji kemampuan seseorang yang biasanya dilihat dari empat sub tes: Verbal, Angka, Logika, Spasial/Gambar. Sepengetahuanku, TPA biasanya hanya akan terdiri dari sub-sub tes di atas. Terutama bagi TPA jenis tes PAPs (Potensi Akademik Pascasarjana). Berhubung TPA yang aku ikuti hanyalah PAPs maka aku akan lebih menjelaskan apa pun yang berhubungan dengannya. Kebetulan aku perlu skor dan sertifikat PAPs untuk memenuhi pendaftaran di gelombang 2 semester gasal 2021/2022. Jadi, aku akan membagikan pengalamanku mengikuti tes PAPs dalam masa-masa pendaftaran semester gasal saja, yap. Apa itu PAPs? PAPs adalah tes potensi akademik yang diperuntukkan bagi calon pendaftar program pascasarjana (magister dan doktoral) UGM dan pertama kali diluncurkan o...

Menjadi Orang Tua Suportif

 Nemu sebuah menfess di base Twitter. Basically ini chat dua orang yaitu anak & ibu tentang hasil pengumuman SNBP (atau SNMPTN, penyebutan sebelumnya).  Lihat menfess & chat ini aku jadi realize bahwa sebenarnya privilege paling sederhana yang mungkin bisa didapatkan oleh seorang anak yaitu "support orang tua atas keputusan anaknya". Aku yakin anak ini pasti sangat cemerlang di sekolah dan tau apa yang dia inginkan untuk masa depannya. Tapi melihat respon orang tuanya, aku sangat prihatin dan ikut tersayat hati.  Link Menfess Tapi memang itulah yang terjadi. Nggak jarang pula bahwa ada tipe orang tua yang merasa sebagai "sopir" dalam kehidupan anak-anaknya. Bahwa anak yang dihasilkan adalah suatu keharusan bagi mereka untuk menurut dan berbakti ke orang tua. Anak sering nggak diberi ruang untuk bertumbuh sesuai minat yang membuat dia nyaman. Kadang, anak malah nggak boleh membantah karena alasan materi alias orang tua yang bakalan bayarin sekolah, jadi anak ...

Semarak Lulus Jilid 2

Sudah lama tulisan ini mengendap di draft. Nggak dipungkiri sih, cukup banyak ketegangan dan perubahan-perubahan dalam hidup yang sebenarnya ingin diceritakan, tapi perlu niat yang besar. Seperti tulisanku yang menuliskan gimana 'semarak'nya kelulusan S1 awal 2021 lalu, kali ini aku ingin menorehkan kembali apa yang kualami untuk menambah gelar di belakang suku kata terakhir namaku. Proses untuk meraih gelar magister nggak mudah. Aku sudah pernah share di post sebelumnya kalau aku benar-benar under pressure untuk menuntaskan tesis sampai di titik I believe I don't want to write another academic writing forever. Ada perasaan trauma(?) atau semacam ingin kabur ketika harus kembali membuka laptop dan mengetikkan rumusan penelitian hingga tuntas. Tapi bagaimana bisa kabur, sekarang karierku harus berurusan dengan mereka... Yang tentu saja dengan penuh usaha akan aku lakukan, sembari berdamai dengan jurnal-jurnal dan buku-buku akademis itu. Juli 2023 aku lulus sidang tesis. Aku ...